Diskusi Guna Penyempurnaan Regulasi, Stranas Libatkan CSO

19 Juli 2024

Mekanisme verifikasi data menjadi salah satu bahasan penting dalam rapat perumusan masukan padav regulasi Beneficial Ownership/ BO. Hal ini menjadi materi diskusi di hari pertama rapat yang dihadiri Civil Society Organization (CSO) dan Mitra Pembangunan untuk membahas salah satu output aksi peningkatan kualitas data pemilik korporasi (beneficial ownership) serta pemanfaatan untuk perizinan, pengadaan barang/jasa dan penanganan perkara, yaitu output penguatan kerangka regulasi pemilik manfaat.

Saat ini terdapat dua regulasi krusial yang sedang dalam proses penyempurnaan untuk penguatan dan peningkatan kualitas data BO yakni Peraturan Presiden No 13 tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 15 tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi.

Tenaga Ahli Stranas PK untuk aksi BO, Frida RustianI menegaskan pentingnya memasukkan aspek penting seperti siapa yang memverifikasi dan mekanisme verifikasi kedalam kedua regulasi tersebut. Dalam rapat juga dibahas bahwa mekanisme verifikasi harus melibatkan terkait pengguna data BO, kementerian yang lebih luas, bukan hanya KemenkumHAM saja namun juga kementerian ESDM , Kementan dan lainnya.

Terdapat 11 CSO dan Mitra Pembangunan yang terlibat dalam diskusi , yaitu Kemitraan , Publish What You Pay (PWYP) Indonesia , UNODC , Auriga Nusantara , Transparency International Indonesia , Word Resources Institute Indonesia , ICW , Green Peace Indonesia , Extractive Industry Transparency Initiative, Open Government Indonesia , Transparansi untuk Keadilan (TUK), Woods & Wayside International , Center International Private Enterprise. Acara juga dihadiri perwakilan dari Kantor Staf Presiden selaku Tim Nasional Pencegahan Korupsi

Seperti diketahui bahwa pemanfaatan data BO yang tepat dapat mengurangi tingginya penyalahgunaan korporasi untuk tipikor, TPPU, pendanaan terorisme dan penghindaran pajak. Tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi berkembang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif. Isu ini sudah mulai masuk dalam wacana international bribery yang makin sulit dilacak. Salah satunya adalah dengan menyalahgunakan korporasi untuk menyembunyikan aliran uang hasil tindak pidana kepada Pemilik Manfaat sebenarnya.

Aksi ini diharapkan dapat membuka jalan bagi pemanfaatan data BO bukan saja untuk pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) dan pidana perpajakan, namun termasuk juga Tipikor yang tidak disebut dalam Perpres 13 Tahun 2018.

Aksi Pemilik Manfaat atau Beneficial Ownership ini termasuk salah satu aksi dengan pencapaian tertinggi. Pada B15 sudah hampir seluruh korporasi risiko tinggi telah melaporkan pemilik manfaat (95,16%). Pada B18 ini terdapat kenaikan jumlah pada sektor investasi dan keuangan (10 orang) sehingga angka capaian menjadi 97,38%.

Sementara untuk Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Verifikasi dan Pengawasan Pemilik Manfaat Korporasi , saat ini dalam proses penyelarasan dan masukan dari pemangku kepentingan lainnya. Seperti yang dilakukan dalam rapat yang menghadirkan asosiasi selama 2 hari di Bogor.

Rapat akan dilanjutkan Jumat , dengan agenda akhir Final Checking Keseluruhan Matriks Input dan Konsistensi Input pada Kedua Regulasi , Peraturan Presiden No 13 tahun 2018 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 15 tahun 2019, diharapkan pada akhir tahun ini peraturan tersebut dapat disahkan.