Berkaca Kasus Alun, Perkuat Aksi Pemanfaatan Data Penerima Manfaat / Beneficial Ownership Korporasi Untuk Cegah Korupsi

Berkaca Kasus Alun, Perkuat Aksi Pemanfaatan Data Penerima Manfaat / Beneficial Ownership Korporasi Untuk Cegah Korupsi

1 Maret 2023

Ada indikasi korporasi digunakan sebagai alat dalam menyembunyikan kekayaan dan kasus pencucian uang. Selain itu, telah ditemukan pemilik sebuah korporasi yang juga menjadi penerima bantuan sosial yang datanya ada di DTKS milik Kemensos. Hal itu bisa terjadi karena pemilik manfaat dari sebuah korporasi sebenarnya menggunakan identitas orang lain, misal sopirnya atau asisten rumah tangganya untuk menyembunyikan kekayaannya.

Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun untuk mengklarifikasi harta kekayaannya yang dianggap tidak wajar, Rabu pagi (1/3). Seperti dikutip dari beberapa media, disebutkan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya telah mengirim dugaan "transaksi ganjil". Terungkap pula bahwa PPATK menemukan indikasi "pencucian uang" oleh Rafael dan diduga yang bersangkutan "melakukan transaksi dengan menggunakan nominee sebagai perantara".

Menyembunyikan kekayaannya dengan menggunakan perantara atau nama lain ini sebenarnya sudah masuk dalam target aksi pencegahan korupsi Stranas PK. Aksi yang dikenal dengan pemanfaatan data beneficial ownership (BO) atau pemilik manfaat ini memang belum mendapat capaian yang baik di 2021-2022 lalu. Hingga Desember 2022, baru sekitar 38 persen korporasi mendeklarasikan pemilik manfaat sebenarnya dari korporasi mereka, maka aksi ini kembali didorong oleh Stranas PK pada periode 2023-2024, karena transparansi data pemilik manfaat korporasi memiliki peranan penting dalam upaya pencegahan korupsi perizinan, pengadaan barang/jasa dan membantu proses penanganan perkara.

Rabu siang bertempat di ruang meeting Stranas PK di Gedung KPK, tim Stranas PK menggelar rapat koordinasi pelaksanan aksi beneficial ownership ini bersama kementerian/lembaga terkait, yaitu Direktur Perdata dan Direktur Teknologi Informasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Direktur Sistem Perizinan Berusaha, Direktur Data dan Informasi, Direktur Layanan Elektronik, Infrasutruktur dan Jaringan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Koordinator harian Stranas PK, Niken Ariati menegaskan pentingnya memperkaya data pemilik manfaat atau beneficial ownership (BO) yang sebenar-benarnya, karena ada indikasi korporasi digunakan sebagai alat dalam menyembunyikan kekayaan dan kasus pencucian uang. Selain itu, telah ditemukan pemilik sebuah korporasi yang juga menjadi penerima bantuan sosial yang datanya ada di DTKS milik Kemensos. Hal itu bisa terjadi karena pemilik manfaat dari sebuah korporasi sebenarnya menggunakan identitas orang lain, misal sopirnya atau asisten rumah tangganya untuk menyembunyikan kekayaannya. Niken juga mengapresiasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atas upayanya mengawal aksi pencegahan korupsi dengan memperkaya kualitas data BO.

Tenaga ahli Stranas PK untuk aksi BO, Juhanah menambahkan bahwa salah satu output aksi BO adalah verifikasi data pemilik manfaat pada sektor risiko tinggi, seperti sektor konstruksi, perdagangan, investasi & keuangan, serta pertambangan & distribusi, selain peningkatan kepatuhan korporasi dalam deklarasi data BO dan pentingnya verifikasi.

Baru-baru ini, melalui laman resminya, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mengumumkan bahwa korporasi yang belum melakukan pelaporan data pemilik manfaat akan diberlakukan pemblokiran akses sementara pada Sistem Administrasi Badan Hukum. Korporasi diminta melakukan pengisian data pemilik manfaat melalui laman https://bo.ahu.go.id untuk membuka pemblokiran akses tersebut.