Pemberantasan korupsi dengan digitalisasi
menjadi salah satu isi pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dalam acara
Sidang Paripurna MPR RI, Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024 – 2029.
“Kita harus berani menghadapi dan
memberantas korupsi dengan perbaikan sistem, dengan penegakan hukum yang tegas,
dengan digitalisasi. InsyaAllah kita akan kurangi korupsi secara signifikan”,
Ungkap Prabowo Subianto.
Digitalisasi menjadi nafas utama dalam 15 aksi
pencegahan korupsi 2023-2024 dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi/Stranas
PK. Salah satunya, seperti disebut Prabowo dalam pidatonya, tentang subsidi
pemerintah yang harus sampai pada mereka yang membutuhkan, diantaranya dengan
teknologi digital. Dengan digitalisasi, memungkinkan pertukaran data antar
kementerian sehingga bisa dicegah kebocoran dalam pemberian bantuan sosial.
Stranas mengawal aksi terkait penggunaan NIK untuk berbagai program pemerintah
ini dalam 3 periode.
Sejak 2019, Stranas PK telah mendorong penggunaan
Nomor Induk Kependudukan/NIK milik Kemendagri untuk perbaikan Data Terpadu
Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik kementerian Sosial. Pemanfaatan DTKS dan NIK
telah menyelamatkan 1,2 Triliun Rupiah, karena mencegah penerimaan ganda atas 2
juta penerima bantuan subsidi upah/BSU
Kemenaker. Dengan penggunaan NIK untuk
profiling penerima subsidi, Stranas memperkirakan subsidi listrik yang
diberikan kepada masyarakat yang tidak masuk dalam kategori miskin bernilai sekitar
1,2 Triliun rupiah perbulan.
Digitalisasi untuk pencegahan korupsi lainnya
yang telah didorong Stranas adalah penggunaan Sistem Informasi Mineral dan
Batubara/SIMBARA. SIMBARA jilid kedua bahkan telah diluncurkan Oktober lalu,
untuk komoditas nikel, menyusul batubara di SIMBARA Jilid pertama yang telah
diluncurkan tahun 2022. Tujuannya untuk tata kelola kekayaan alam untuk
peningkatan penerimaan negara bukan pajak yang diharapkan berdampak pada
kesejahteraan rakyat, seperti diungkap Prabowo dalam pidato pelantikannya
Minggu siang.
Hingga
April 2024, SIMBARA telah menghasilkan potensi/tambahan penerimaan negara sebesar
Rp7,71triliun. Implementasi SIMBARA diantaranya berdampak pada proses validasi
terhadap penggunaan NTPN yang tidak valid/palsu, NTPN yang digunakan
berkali-kali, dan NTPN yang digunakan lebih dari satu entitas, dan penggunaan
NTPN Lokal menghasilkan penerimaan Negara sebesar sebesar Rp3,77 Triliun. Data
Analitik SIMBARA untuk mendukung joint analisis dan joint audit telah menghasilkan
penerimaan negara sebesar Rp2,8 T yang didominasi NTPN tidak dibayarnya royalti
final. SIMBARA juga membantu peningkatan kepatuhan pelaku usaha dalam
penyelesaian piutang negara melalui Automatic Blocking System (ABS) sebesar
Rp1,14 triliun. Sehingga secara akumulasi, SIMBARA telah menghasilkan
potensi/tambahan penerimaan negara sebesar Rp7,71 triliun (s.d. April 2024).