Presiden Prabowo berencana membuka 20 juta
hektar hutan cadangan pangan guna mewujudkan swasembada dan kedaulatan pangan. Sementara
dari beberapa artikel yang tayang di media, menyoroti dampaknya kepada
lingkungan. Beberapa menyebut usaha tersebut pesimis dilakukan jika Indonesia
tidak dapat menekan laju deforestasi dengan membuka lahan secara massif.
Berdasasarkan riset Madani Berkelanjutan, Sawit Watch (tayang di
Katadata.co.id), Indonesia sudah mendekati batas maksimal luas kebun sawit.
Jika terjadi pembukaan hutan secara masif untuk kebutuhan lain, maka akan
berpengaruh juga terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Sementara sejak pertengahan 2024 lalu, sebelum
pelantikan Presiden, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi telah berencana
memasukkan ketahanan pangan dalam salah satu aksi pencegahan korupsi di periode
berikutnya, yaitu di 2025 2026. Dengan pendekatan pengendalaian alih fungsi
lahan sawah, bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia Desember lalu, Stranas
PK telah resmi meluncurkan aksi ini sebagai salah satu aksi pencegahan korupsi
2025-2026. Masuk dalam fokus pertama sesuai amanah Perpres 54 Tahun 2018
(perizinan dan tata niaga), aksi ini dinamai Aksi Satu Peta Untuk Pengendalian
Alih Fungsi Lahan Sawah dan Tumpang Tindih Izin di Kawasan Hutan.
Aksi ini merupakan kelanjutan dari aksi
kebijakan satu peta periode sebelumnya. Pendekatan spasial dengan aksi satu
peta ini didasari pada buruknya pengelolaan tata ruang di Indonesia yang
memberikan celah korupsi terkait izin pemanfaatan lahan. Akibatnya terjadilah
tumpang tindih perizinan lahan bahkan konflik batas wilayah antar daerah.
Terlebih jika lahan yang menjadi sengketa memiliki potensi sumber daya alam
yang bernilai ekonomis tinggi.
Oleh karena itu, Stranas PK menggunakan
kebijakan satu peta unuk menjalankan aksi pencegahan korupsi terkait pembenahan
tata ruang dan penyelesaian tumpang tindih lahan sejak 2019 lalu di 5 Provinsi
piloting yang memiliki sumber daya alam potensial, yaitu Riau, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, dan Papua.
Hasilnya, pembenahan tata ruang dan penyelesaian tumpang
tindih perizinan usaha di kawasan hutan di 5 provinsi piloting tersebut. Satu
peta perizinan sawit, yang memuat peta spasial izin lokasi, izin usaha
perkebunan dan Hak Guna Usaha, telah tersedia di 4 Provinsi. Tahun 2022 lalu
mulai melakukan proses identifikasi perizinan sawit di 5 provinsi. Hingga tahun
2024, Stranas PK berhasil memetakan potensi penerimaan negara melalui denda sawit dalam kawasan hutan
sebesar 30,2 triliun rupiah dan denda
tambang dalam kawasan hutan sebesar 1,1 triliun rupiah. Hal ini
merujuk pada UU Cipta Kerja pasal 110 A dan 110 B. Kerja keras Stranas PK juga
mendapat apresiasi di Hakordia 2024 lalu. Pasalnya, total kawasan hutan yang
sudah berhasil ditetapkan meningkat mencapai 106 juta ha atau sekitar 85% dari
total kawasan hutan di Indonesia. Dari sisi integrasi tata ruang laut dan
darat, 20 Provinsi telah menetapkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah.