Alih fungsi lahan sawah menjadi salah satu tantangan
besar dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk mengatasi permasalahan
ini, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) memasukkan pengendalian
alih fungsi lahan sawah sebagai bagian dari aksi pencegahan korupsi 2025-2026.
Langkah ini merupakan dukungan Stranas PK untuk mewujudkan Asta Cita ke-2
, yaitu memantapkan sistem pertahanan
keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan
ekonomi biru.
Indonesia telah menyusun berbagai regulasi untuk
perlindungan dan pengendalian lahan pangan berkelanjutan, khususnya lahan
sawah. Salah satunya adalah Perpres No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Sawah.
Urgensi
Revisi Perpres No. 59 Tahun 2019
Dalam rapat koordinasi revisi Perpres No. 59 Tahun 2019 yang berlangsung pada 28 Februari 2025
di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, sejumlah poin penting dibahas untuk
memperkuat perlindungan dan pengendalian alih fungsi lahan sawah:
- Harmonisasi dan Sinkronisasi antar Regulasi
- Sinkronisasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya terkait
mekanisme investasi tanpa mengorbankan ketahanan pangan.
- Penguatan mekanisme alih fungsi Lahan Sawah Dilindungi (LSD)
berbasis risiko.
- Penyediaan kompensasi bagi petani terdampak.
- Sinkronisasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
- Penguatan Pengaturan dan Pengawasan
- Peningkatan peran Tim Terpadu dalam pengawasan dan pengendalian.
- Pemberdayaan pemerintah daerah dalam implementasi kebijakan alih
fungsi lahan.
- Review mekanisme alih fungsi lahan pertanian agar lebih transparan
dan akuntabel.
- Penguatan sistem monitoring dan evaluasi berbasis data spasial.
Konteks
Ketahanan Pangan dan Tantangan Alih Fungsi Lahan
Berdasarkan data Global Food Security Index tahun 2022,
Indonesia berada pada peringkat ke-4 di ASEAN dan peringkat ke-63 dari 113
negara di dunia. Target swasembada pangan nasional pada tahun 2027 menjadi
prioritas utama dalam kebijakan pangan nasional. Namun, terdapat berbagai
tantangan yang harus dihadapi, seperti:
- Perubahan Iklim: Risiko gagal panen akibat
kekeringan, banjir, dan fenomena alam lainnya.
- Gejolak Harga Pangan Global: Kenaikan harga bahan pangan
akibat fluktuasi pasar dunia.
- Alih Fungsi Lahan: Penurunan luas lahan sawah
±320.000 ha dalam 10 tahun terakhir akibat pengembangan wilayah dan
peningkatan aktivitas industri.
- Kurangnya Insentif bagi Pemda: Tidak adanya skema insentif yang
efektif untuk mempertahankan lahan sawah.
- Kelemahan dalam Pengawasan dan Monitoring: Sistem informasi lahan pertanian belum terintegrasi dengan baik.
Aksi
Pencegahan Korupsi 2025-2026
Sebagai bagian dari Stranas PK, aksi
pengendalian alih fungsi lahan sawah difokuskan pada:
1. Penguatan
Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, salah satunya melalui revisi
Perpres No. 59 Tahun 2019
- Penguatan
kelembagaan
- Integrasi
data dan tata kelola lahan
- Insentif
dan disinsentif
- Penguatan
monitoring dan evaluasi
2.
Percepatan Penetapan Lahan Sawah Dilindungi dan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
3.
Integrasi LP2B dengan Rencana Tata Ruang Pemerintah
Daerah
4.
Pemberian Insentif dan Disinsentif
5.
Sistem Informasi Berbasis Spasial yang terbuka untuk
publik
Sinergi
dengan Program Swasembada Pangan
Upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah ini juga
sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo dalam mewujudkan swasembada
pangan dan keberlanjutan lingkungan. Dengan revisi Perpres No. 59 Tahun 2019,
diharapkan ada mekanisme yang lebih kuat dalam menjaga lahan pertanian agar
tetap produktif dan mendukung ketahanan pangan nasional.
Sebagai langkah selanjutnya, Kementerian ATR/BPN akan
mengajukan surat permohonan revisi beserta naskah urgensi kepada Kementerian
Koordinator Bidang Pangan untuk menjadi dasar dalam Rapat Tingkat Menteri.
Proses revisi ini akan dilakukan dengan cepat, sebagaimana penyusunan Perpres
No. 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Stranas PK akan terus mengawal kebijakan ini agar dapat
berjalan efektif dan transparan. Dengan kolaborasi lintas sektor, guna mencegah
praktik korupsi dalam alih fungsi lahan serta memastikan keberlanjutan
pertanian dan ketahanan pangan bagi masa depan Indonesia.