Rangkaian diskusi dan lokakarya dalam rapat koordinasi
ini turut dipandu oleh Rifqi Sjarief Assegaf PhD, tenaga ahli Stranas PK untuk
isu konflik kepentingan, yang memfasilitasi proses identifikasi dan pemetaan
risiko CoI secara teknis dan aplikatif kepada perwakilan K/L peserta.
Peserta juga diberikan latihan berupa analisis
kasus-kasus konkret, diantaranya studi kasus dalam pengadaan barang dan jasa
(PBJ) hingga panitia seleksi. Dalam contoh kasus tersebut, peserta diminta
menilai potensi konflik kepentingan berdasarkan kemungkinan terjadinya
(frekuensi), dampak terhadap organisasi, dan langkah penanganan yang perlu
diambil. Latihan ini dirancang untuk memperkuat pemahaman praktis serta
meningkatkan kapasitas instansi dalam mendeteksi dan merespons potensi konflik
kepentingan secara sistematis.
Hasil Monitoring: Tantangan dan
Capaian
Berdasarkan
monitoring pada Mei 2025 terhadap 13 K/L pelaksana aksi CoI:
- 9 K/L telah mengisi lembar
monitoring, namun hanya 1 K/L (Kemenkeu) yang telah memenuhi ketentuan
secara penuh.
- Tantangan utama yang ditemukan
mencakup ketidaksesuaian terminologi, belum adanya sistem deklarasi CoI,
serta tidak tersedianya pejabat pelaksana pengelola CoI (P3K2).
- Hanya 3 K/L (KemenESDM, KemenPU,
dan KKP) yang telah menerapkan pedoman CoI di seluruh unit kerja.
- Dalam aspek deklarasi
sewaktu-waktu, hanya Kemenkeu dan Kemenhub yang menerima laporan, dengan
Kemenkeu menjadi satu-satunya yang memberikan respons penuh terhadap
seluruh deklarasi.
Menuju Sistem yang Terintegrasi dan
Responsif
Dalam
rapat koordinasi ini, peserta juga difasilitasi untuk menyusun pemetaan risiko
CoI di unit kerja masing-masing dengan menggunakan template berbasis risiko
yang mempertimbangkan:
- Unit kerja paling rentan,
- Jenis risiko yang muncul,
- Frekuensi dan dampak,
- Serta opsi tindakan/penanganan
atau mitigasi.
Selain itu, dibahas pula pentingnya mengembangkan
sistem deklarasi profiling pegawai secara elektronik, menyusun pedoman teknis,
menetapkan pejabat pelaksana pengelola CoI, hingga menyelenggarakan edukasi
khusus CoI yang berdiri sendiri, tidak hanya sebagai bagian dari pelatihan
integritas umum.
Dalam sesi diskusi teknis, peserta juga diajak untuk memahami pentingnya sistem deklarasi konflik kepentingan yang berbasis profiling pegawai. Stranas PK memberikan contoh sistem profiling yang digunakan KPK, yang dapat dijadikan referensi oleh Kementerian dan Lembaga. Sistem ini memungkinkan identifikasi lebih dini terhadap potensi benturan kepentingan berdasarkan riwayat jabatan, hubungan keluarga, hingga keterkaitan kepemilikan atau afiliasi dengan pihak eksternal.
Contoh tersebut menjadi rujukan penting dalam mengembangkan pendekatan yang lebih responsif dan berbasis risiko. Diharapkan, dengan adanya sistem profiling yang kuat, mekanisme deklarasi tidak hanya menjadi formalitas, tetapi benar-benar menjadi alat kendali dalam mencegah penyalahgunaan wewenang di berbagai lini birokrasi.