Senyum Mereka, Bahagia Kami
Kisah Pendamping Program Keluarga Harapan
14 Februari 2023
Pemanfaatan data kependudukan dalam pendataan
dan penyaluran pelayanan publik dan bantuan sosial, menjadi salah satu
aksi Stranas PK. Pemanfaatan data NIK yang belum maksimal akan
menimbulkan inefisiensi atau kerugian negara yang cukup signifikan.
Stranas PK mendorong pemanfaatan data NIK untuk penyaluran bansos agar
tepat sasaran.
“Siapa yang ga sedih mbak, kalau ada berita, katanya bansos tidak tepat sasaran. itu hanya sebagian kecil. Untuk kecocokan data, tidak bisa disamaratakan. Mbak liat sendiri, bagaimana kondisi di lapangan,” demikian diungkapkan oleh Kunthi, pendamping Program Keluarga Harapan atau PKH di Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul.
6 tahun sudah Kunthi menjadi pendamping PKH di wilayah Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul yang dikenal dengan kondisi alamnya yang menantang. Meskipun demikian, Kunthi dan pendamping PKH lainnya di Gedangsari tidak pernah patah semangat mendampingi PKH, terutama dalam hal pemutakhiran data penerima bantuan.
Pemutakhiran data di wilayah Gedangsari dilakukan setiap bulannya dengan menggelar pertemuan kelompok. Tujuannya adalah mengakomodasi perubahan data di masing-masing KPM.
Seperti yang digalakkan dalam aksi Stranas PK sejak 2021 lalu, Stranas PK mendorong akurasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS guna memastikan bahwa setiap DTKS memiliki NIK yang divalidasi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dukcapil, dan Kementerian Dalam Negeri. Tujuannya, agar bantuan tepat sasaran dan tidak terjadi duplikasi penerima bantuan.
Seperti pada capaian Stranas PK di aksi 2021- 2022 lalu, pemanfaatan DTKS mampu mencegah penerimaan ganda atas 2 juta penerima Bantuan Subsidi Upah atau BSU dari Kementerian Tenaga Kerja. Data penerima BSU ini ternyata telah tercatat juga sebagai penerima BSU melalui DTKS Kementerian Sosial. Artinya sekitar 1,2 triliun rupiah bisa terselamatkan dan tersalurkan ke lebih banyak masyarakat yang membutuhkan.
DTKS dikelola oleh Kementerian Sosial dan memuat 40% penduduk yang mempunyai status kesejahteraan sosial terendah berdasar pendataan dari pemerintah daerah, di antaranya melalui musyawarah kelurahan atau muskal.