Sementara Strategi Nasional Pencegahan Korupsi/Stranas PK terus mengawal implementasi dan pengembangan SIMBARA di periode aksi pencegahan korupsi 2023–2024 dengan nama aksi; Penguatan Tata Kelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pada Komoditas Mineral dan Batu Bara. Stranas telah mendorong implementasi SIMBARA sejak periode aksi 2021-2022, yang masuk dalam fokus 2 (Keuangan Negara) sesuai amanah Peraturan Presiden no. 54 tahun 2018 tentang Stranas PK. Dasar pelaksanaan aksi diantaranya menjawab amanah pasal 33 ayat 3 tersebut, bahwa sudah selayaknya kekayaan alam Indonesia dipergunakan untuk sebesar–besarnya kemakmuran rakyat. Namun, sebelum implementasi SIMBARA, pelayanan komoditas mineral batu bara masih terpisah antar kementerian dan lembaga. Masing-masing kementerian memiliki sistem dan dokumen masing-masing dari hulu ke hilir, tidak transpran dan tidak terintegrasi yang membuka celah korupsi yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Dari hulu, artinya dari proses penambangan yang ijinnya dikeluarkan oleh kementerian ESDM dalam bentuk RKAB (Rencana kerja dan anggaran biaya pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang meliputi aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan), hingga ke hilir, yaitu terbitnya surat persetujuan berlayar / SPB yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Selain itu, setiap pengekspor batubara harus memenuhi beberapa kewajiban , diantaranya DMO (Domestic Market Obligation) untuk menjamin keamanan pasokan batubara domestik secara berkelanjutan seperti untuk pasokan bahan bakar di PLN dan PLTU untuk pasokan listrik tanah air. DMO juga bertujuan untuk optimasi penerimaan negara. Domestic Market Obligation (DMO) adalah kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk menyerahkan sebagian minyak dan gas bumi dari bagiannya kepada negara melalui Badan Pelaksana dalam rangka penyediaan minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang besarnya diatur didalam kontrak kerja sama.
Selain DMO, tata kelola yang harus dilalui oleh pengusaha tambang, diantaranya penerbitan bukti pembayaran royalty, persetujuan ekspor, laporan surveyor, hingga surat persetujuan berlayar. Masing-masing membutuhkan dokumen dari lebih dari 5 kementerian yang dahulu dilakukan secara manual dengan setiap kementerian memiliki sistem masing-masing. Menkeu menyebut setidaknya terdapat 10 sistem dan 50 dokumen dari kementerian dan lembaga terkait, seperti kementerian ESDM, kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan kementerian perhubungan. Sistem yang tidak terintegrasi dan transparan tentu berdampak pada sulitnya penelusuran data dan dokumen, membuka celah korupsi dan berpotensi merugikan negara.
Stranas PK mencatat dua modus pelanggaran, yaitu menghindari PNBP dan menghindari pajak. Tindak penghindaran pajak diantaranya adalah penambangan dan penjualan secara illegal, pembelian dari penambang illegal, menurunkan kadar kalori batubara, blending untuk menyamarkan asal-usul batubara, dan penyalahgunaan eksportir terdaftar (ET). Sementara tindak penghindaran pajak dilakukan di 3 aspek utama. Aspek pertama adalah aspek produksi dan penjualan, dimana tindak koruptifnya antara lain peredaran usaha yang tidak dilaporkan, bagi hasil jasa pertambangan, penjualan ke trader luar negeri dalam satu pengendalian, dan penyalahgunaan rekomendasi ET. Sementara tindak koruptif di aspek biaya antara lain memperbesar HPP dengan membebankan biaya atas penghasilan dan tidak mencatat persediaan akhir barang tambang. Aspek ketiga adalah aspek jasa pengangkutan, dimana terjadi ketidaksesuaian fasilitas pembebasan PPN dengan ketetuan yang berlaku.