Jakarta – Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas
PK) bersama Menteri Koordinator Bidang Pangan menggelar rapat koordinasi yang
dihadiri oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Koordinator
Pelaksana Stranas PK, Koordinator Harian, serta tenaga ahli Stranas PK.
Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan penting terkait revisi regulasi untuk
memperkuat tata kelola pangan dan pengelolaan sampah di Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Koordinator Bidang
Pangan menegaskan bahwa aksi Stranas PK sejalan dengan Asta Cita
Presiden Prabowo, khususnya dalam mewujudkan swasembada pangan. Salah satu
tantangan utama dalam mencapai ketahanan pangan nasional adalah alih fungsi
lahan sawah yang masih tinggi dan belum adanya insentif yang cukup bagi
pemerintah daerah untuk mempertahankan lahan pertanian produktif.
Revisi Perpres No. 59 Tahun 2019:
Insentif untuk Konservasi Lahan Pertanian
Salah satu keputusan utama dalam rapat ini adalah
perlunya revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2019 tentang
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Berdasarkan data yang dipaparkan dalam
pertemuan, alih fungsi lahan sawah di Indonesia masih terjadi dengan rata-rata
16.000 hektar per tahun pada periode 2019-2024. Hal ini menjadi tantangan besar
dalam menjaga kapasitas produksi pangan nasional.
Kajian
KPK tahun 2015 menunjukkan bahwa:
- Tidak ada insentif nyata bagi pemerintah daerah untuk
mempertahankan lahan pertanian.
- Peta lahan pertanian belum diperbarui secara
menyeluruh, sehingga pengendalian alih fungsi lahan sulit dilakukan.
- Mekanisme pengawasan dan monitoring lahan sawah belum
efektif, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Untuk itu, revisi Perpres ini akan mendorong upaya percepatan penetepan Lahan Sawah Dilindungi di seluruh Indonesia. Perpres No. 59 Tahun 2019 mengamanatkan pembentukan Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggotanya lintas kementerian/lembaga. Adanya perubahan nomenklatur dan tugas fungsi kementerian/lembaga, berdampak pada pelaksanaan tugas Tim Terpadu. Saat ini, pengendalian alih fungsi lahan sawah menjadi tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Pangan (tidak lagi menjadi tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian).
Revisi Perpres No. 35 Tahun 2018:
Penguatan Pengelolaan Sampah dan Kerjasama BUMN-BUMD
Selain fokus pada ketahanan pangan, pertemuan ini juga
menyoroti pentingnya pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan.
Dalam hal ini, pemerintah berencana untuk merevisi Perpres No. 35 Tahun 2018
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah menjadi Energi
Listrik.
Revisi
ini mencakup:
- Membuka peluang kerja sama dengan BUMN, BUMD, dan
sektor swasta dalam pengelolaan sampah.
- Memperbesar peluang pemda diluar 12 kota sesuai Perpres
35/2018 untuk mengolah sampah dan bekerjasama degan BUMN, swasta
- Perluasan teknologi sesuai dg jenis dan karakteristik
sampah di daerah, tidak hanya menjadi listrik
- Memastikan stabilitas harga hasil olahan sampah, disamalan
dengan BBJP , sesuai dengan regulasi terbaru dalam Permen ESDM No. 12 Tahun
2023 (yg sdh dikalikan koefisien 1.2 x
harga dmo batubara, atau berkisar di harga 620 ribu/ton)
Dengan model yang lebih fleksibel dan efisien,
pengelolaan sampah berbasis RDF (Refuse-Derived Fuel) tidak akan membebani
APBD. Perhitungan terbaru menunjukkan bahwa dengan harga jual Rp 622.000 per
ton, biaya operasional pengelolaan sampah dapat tertutupi, sehingga tidak
menjadi beban keuangan daerah.
Langkah Selanjutnya: Implementasi
Regulasi yang Lebih Efektif
Keputusan dalam rapat ini menandai langkah maju dalam
tata kelola pangan dan pengelolaan lingkungan di Indonesia. Dengan revisi dua
Perpres ini, pemerintah berharap dapat:
- Menekan angka alih fungsi lahan sawah, sehingga produksi pangan
nasional tetap terjaga.
- Meningkatkan peran serta pemerintah daerah dalam menjaga ketahanan
pangan melalui mekanisme insentif.
- Mempercepat transisi pengelolaan sampah yang lebih efisien, berbasis
kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta.
Stranas PK berkomitmen untuk terus mengawal
implementasi kebijakan ini agar berjalan secara efektif dan berdampak nyata
bagi masyarakat. Keberhasilan langkah ini tidak hanya mendukung upaya
pencegahan korupsi dalam tata kelola pangan dan lingkungan, tetapi juga membawa
Indonesia lebih dekat ke visi besar swasembada pangan dan keberlanjutan
lingkungan yang lebih baik.