Stranas PK: Komitmen Pemerintah TKBM Dibenahi!
14 April 2023
Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di pelabuhan merupakan salah satu komponen penting dalam biaya logistik. Biaya TKBM yang tidak standar dan tidak terkontrol menyebabkan biaya logistik tinggi di pelabuhan. Hal ini disampaikan oleh Febriyantoro, tenaga ahli aksi Reformasi Tata Kelola Pelabuhan dalam Rakor lanjutan di Pelabuhan Teluk Bayur, Kamis siang (13/4). Pembenahan tata Kelola TKBM menjadi salah satu
output
dalam aksi reformasi tata Kelola Pelabuhan 2023-2024.
Selama ini, pengelolan TKBM dimonopoli oleh koperasi TKBM berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 dirjen 1 deputi. Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Deputi Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Negara Koperasi dan UKM menandatangani SKB tentang Pembinaan dan Penataan Koperasi TKBM di Pelabuhan 2012 lalu. Akan tetapi pada hasil kompilasi temuan di lapangan, terutama saat pelaksanaan aksi Reformasi Pelabuhan 2 tahun sebelumnya (2021-2022), ditemukan bahwa pengelolaannya tidak menyejahterakan TKBM. “Dari 14 pelabuhan
piloting
sebelumnya, seluruh TKBM semuanya berharap menerima gaji bulanan, ada jaminan keselamatan dan kesehatan, juga hari tua. Bahkan butuh pelatihan khusus karena resiko tinggi,” jelas Febriyantoro.
Kondisi persaingan yang tidak sehat karena monopoli ini menjadi penyebab pengelolaan TKBM yang tidak profesional dan menimbulkan celah korupsi. Febriyantoro memberi contoh, yaitu kasus korupsi dalam pengelolaan TKBM yang terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara, sehingga pemerintah berkomitmen untuk membenahi TKBM di pelabuhan, di antaranya dengan dikeluarkannya undang-undang yang baru. “Kesepakatan antar eselon 1, bukan masuk dalam perundang-undangan. Setelah peraturan lain terbit, harusnya SKB runtuh dan tidak berlaku lagi. Jadi
mau ga mau
harus beradaptasi dengan peraturan baru. SKB 2 dirjen 1 deputi juga tidak sejalan dengan perundang-undangan yang baru, seperti UU Cipta kerja dan juga PP Nomer 7, di mana tidak menyebutkan monopoli pengelolaan di pelabuhan,” tegas Febriyantoro.
Rakor lanjutan Kamis siang yang dipandu oleh KSOP Pelabuhan Teluk Bayur juga menghadirkan perwakilan dari Sekretaris Kabinet, Kementerian Maritim dan Investasi, Perhubungan Laut, sebagai narasumber. Sedianya Rakor Kamis siang ini akan diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan dari beberapa koperasi penyedia layanan di Pelabuhan Teluk Bayur karena selama ini pengelolaan TKBM lebih didominasi oleh salah satu koperasi yang bekerja berdasarkan SKB 2 dirjen 1 deputi, namun penandatanganan kesepakatan ditolak oleh koperasi yang selama ini bergerak berdasarkan SKB tersebut.
Karena tidak ada kesepakatan, Kepala KSOP Teluk Bayur, Wigyo, memutuskan untuk meng-
hold
sementara semua aktivitas koperasi dalam memberi layanan di pelabuhan hingga ditemukan kata sepakat. “Kegiatan bongkar muat masih akan terus berjalan, tapi akan menggunakan tenaga TKBM yang selama ini sudah ada, tapi tidak atas nama koperasi. Saya bersama Pelindo akan mulai me-
listing
mereka,” jelas Wigyo. KSOP berharap semua pihak paham dengan kondisi yang ada. “Suka tidak suka, entitas yang direformasi, mau tidak mau harus dilaksanakan. Pemerintah mau TKBM dibenahi,” tambah Wigyo.
Pembenahan tata Kelola TKBM diperlukan sebagai salah satu antisipasi penerapan digitalisasi di pelabuhan seperti yang telah dilakukan di 14 pelabuhan di aksi 2021-2022. Kompetensi dan kesejahteraan mereka menjadi perhatian Stranas PK, “TKBM yang telah bekerja punya hak: harus mendapat hak dari kerja mereka, di mana mereka bekerja seperti pegawai kantor yang gajian setiap bulannya, mendapat jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, dan hari tua. Mereka juga butuh pelatihan untuk standarisasi dalam bekerja dan pemerintah telah bersepakat jaminan untuk TKBM,” tegas Febriyantoro.
Rakor diakhiri dengan pesan dari seluruh narasumber yang hadir bahwa tujuan dari reformasi tata Kelola TKBM adalah upaya untuk menyejahterakan TKBM dan menutup celah korupsi akibat monopoli dalam pengelolaan. “Saya harap, semuanya tidak terprovokasi. Kalau tidak setuju dengan undang-undang yang berlaku, silakan disampaikan ke pusat, karena undang-undang yang baru sudah disepakati oleh pemerintah pusat,” jelas Febriyantoro.