Untuk sektor sawit, data KLHK secara nasional mengidentifikasi 2130 unit dengan luas indikatif sebesar 2,1 jt Ha dimana sekitar 365 unit dengan luas indikatif 808 ribu Ha yang dikenakan pasal 110 A, sekitar 51 unit dengan luas indikatif 33 ribu Ha yang dikenakan pasal 110 B. Sedangkan sebanyak 1714 unit dengan luas indikatif sebesar 1,2 juta Ha masih dalam proses identifikasi 110 A/110 B.
Sementara, data Stranas PK bersama mitra CSO untuk perkebunan sawit di 11 Provinsi saja berhasil mengidentifikasi 761 unit dengan luas indikatif 655 ribu Ha dikenakan pasal 110 A. Lalu, sekitar 486 unit dengan luas indikatif 217 ribu Ha teridentifikasi dikenakan pasal 110 B. Sedangkan, sekitar 1,3 juta Ha masih belum teridentifikasi subyek hukumnya.
Untuk sektor pertambangan, data KLHK secara nasional mengidentifikasi 359 unit yang berpotensi dikenakan pasal 110 B. Sedangkan, data Stranas PK berhasil mengidentifikasi 648 unit dengan luas indikatif 132 ribu Ha yang dikenakan pasal 110 B.
Dari total 1,7 triliun rupiah potensi PNBP atas pengenaan denda administratif perkebunan sawit berdasarkan Pasal 110 A, sudah sekitar 822 miliar yang berhasil ditagihkan kepada korporasi (per Mei 2024). Sementara untuk pertambangan per Juni 2024, sebanyak 92 miliar sudah berhasil ditagihkan dan dibayarkan korporasi atas pengenaan denda administratif berdasarkan Pasal 110 B. Serta masih ada potensi PNBP sebesar 55 miliar yang masih proses penagihan ke korporasi yang sudah teridentifikasi.
Selain mengawal proses percepatan penyelesaian tumpang tindih perkebunan sawit dan pertambangan dalam kawasan hutan, Stranas PK juga konsisten mendorong pembenahan tata ruang serta pemanfaatan informasi geospasial dari Portal Satu Peta untuk menyelesaikan berbagai sengketa antar Kementerian/Lembaga/Pemda akibat tumpang tindih lahan dan perizinan.