Mengenal Aksi Beneficial Ownership

Mengenal Aksi Beneficial Ownership

Masih ingatkah dengan kasus korupsi Nazaruddin yang terbukti atas tindakan korupsi dan pencucian uang melalui korporasi Permai Group? Dalam sejumlah dokumen resmi perusahaan, nama Nazaruddin tidak tercatat sebagai pemilik namun ia memiliki kewenangan untuk mengendalikan sejumlah perusahaan di bawah naungan Permai Group. Dalam persidangan pun terungkap fakta bahwa uang dan aset Nazaruddin tersebar pada 42 rekening perusahaan yang tergabung dalam Permai Group.

Atau masih ingat jugakah dengan kasus korupsi Riefan Avrian, anak mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) Syarief Hasan yang terbukti atas korupsi proyek pengadaan di Kementerian KUKM. Riefan menggunakan mantan office boy-nya untuk dijadikan Direktur Utama PT Imaji Media untuk menjadi perusahaan 'boneka' dibawah kontrolnya.

Kedua kasus tersebut hanyalah contoh kecil dari banyak potensi korupsi akibat tidak transparannya data beneficial ownership /pemilik manfaat korporasi. Oleh karena itulah, sejak Tahun 2019, Stranas PK mendorong transparansi beneficial ownership serta pemanfaatan datanya. Nah, kali ini yuk kita bahas dan mulai mengenal aksi beneficial ownership.

Apakah Itu Beneficial Ownership?

Salah satu peristiwa penting di dunia yang menjadi momentum kesadaran global akan pentingnya transparansi data beneficial ownership adalah saat terjadinya kebocoran data Panama Papers pada tahun 2016 yang memuat data pemimpin negara, pejabat dan petinggi politik, pebisnis, olahragawan, hingga profesional yang menggunakan jasa firma hukum Mossack Fonseca di Panama untuk berbagai tujuan, baik bisnis, penyamaran kepemilikan, maupun penghindaran pajak.

Di Indonesia sendiri, saat ini pemerintah Indonesia tengah berupaya untuk bergabung menjadi anggota FATF (Financial Action Task Force), yaitu organisasi antar pemerintah yang didirikan oleh G7 pada tahun 1989.

Berdasarkan Perpres No. 13 Tahun 2018, Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pemilik manfaat (beneficial ownership) adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden.

Selain Perpres No. 13 Tahun 2018, ada 2 lagi dasar hukum pelaksanaan transparansi data beneficial ownership yaitu Permenkumham No. 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi dan Permenkumham No. 21 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengawasan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi.

Melihat maraknya tindakan penyalahgunaan korporasi untuk menyembunyikan aset hasil tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang, oleh karena itu penting untuk mendorong transparansi data beneficial ownership badan usaha/korporasi.

Untuk implementasi aksi tahun 2023-2024, Stranas PK mendorong kepatuhan korporasi mendeklarasikan BO, verifikasi data BO, penguatan regulasi, pengembangan basis data, serta pemanfaatan untuk perizinan, pengadaan barang dan jasa serta penanganan perkara.

Dalam pelaksanaan Aksi 2023-2024, akan dilakukan sinergi dengan 19 kementerian/lembaga sebagai pelaksana aksi, diantaranya Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, Kementerian KUKM, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Perdagangan, Kementerian Investasi/ BKIPM, Kementerian LHK, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Kementerian PUPR, Kementerian Kominfo, Otoritas Jasa Keuangan, PPATK, LKPP, POLRI, Kejaksaan Agung dan KPK.