Kebijakan Satu Peta, Obat Manjur untuk Persoalan Tumpang Tindih Lahan
13 June 2022
Rasanya tepat jika Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekesalannya terhadap permasalahan tumpang tindih lahan yang berulang kali terjadi di Indonesia. Presiden menyinggung, pemerintah daerah di kabupaten, kota, provinsi, di pusat, tidak bekerja secara terintegrasi, masih jalan sendiri-sendiri. “Kalau diterus-teruskan, enggak akan rampungnya persoalan negara, persoalan bangsa ini, enggak akan rampung. Persoalannya, mencari tahu, tapi tidak bisa dilaksanakan hanya gara-gara ego sektoral. Itulah persoalan kita,” kata Jokowi di saat membuka pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada Kamis (9/6/2022).
Permasalahan lahan ini sebenarnya sudah disadari oleh Stranas PK sejak beberapa tahun belakangan. Buktinya, permasalahan lahan ini masuk ke dalam rencana aksi Stranas PK sejak 2019 dengan mendorong implementasi One Map Policy atau Kebijakan Satu Peta. Aksi ini merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi yang fokusnya mengatasi tumpang tindih tata ruang, kawasan hutan, batas administrasi, perizinan tambang, perkebunan maupun hak atas tanah. Ini menjadi perhatian, lantaran dalam pelaksanaannya rentan terjadi korupsi karena juga terkait erat dengan pihak ketiga.
Dengan Kebijakan Satu Peta ini, seluruh data lahan di Indonesia bisa terintegrasi. Baik itu kawasan hutan, lahan perkebunan, lahan milik rakyat hingga daerah pesisir. Jika seluruh data lahan ini sudah terintegrasi maka diharapkan tak ada lagi konflik agraria, masyarakat yang tidak memiliki sertipikat atas tanahnya sendiri, bahkan perilaku-perilaku koruptif yang mengeluarkan izin penggunaan lahan yang tidak semestinya dapat diberantas dengan implementasi Kebijakan Satu Peta.
Sayangnya, permasalahan ego sektoral masih menjadi ganjalan dalam implementasi Kebijakan Satu Peta. Untuk menerabas kendala ini, Stranas PK telah berkoordinasi serta melakukan rangkaian pertemuan lintas Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Pelaksana Stranas PK, Pahala Nainggolan menekankan, kerangka kerja sama ini mengedepankan solusi dengan mengesampingkan ego sektoral. Hal tersebut perlu dilakukan agar tanah milik masyarakat, perusahaan, Pemda, ataupun Pemkot yang berada dalam kawasan yang tumpang-tindih mendapat kepastian hukum. Hal ini juga dalam rangka melakukan upaya sinkronisasi untuk mewujudkan Kebijakan Satu Peta.
“Jadi banyak kepentingan yang sebenarnya bisa selesai dengan adanya one map policy itu. Kalau di Stranas PK kenapa itu dimasukkan ke pencegahan karena kalau petanya one map jadi, terbuka, investor masuk, tidak usah cari-cari dan minta izin karena sudah jelas dengan adanya one map tersebut,” jelas Pahala.
Bahkan, Pahala juga menambahkan jika Kebijakan Satu Peta ini tak juga diimplementasikan maka permainan izin lahan ini bisa menjadi bancakan, terutama di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam.
“Kita melihat banyak praktik-praktik di daerah yang menerbitkan perizinan lahan yang tidak pada tempatnya. Kawasan hutan diberikan izin untuk penanaman kebun sawit misalnya. Bahkan ada istilah, IUP izin untuk Pilkada. Biasanya kepala-kepala daerah yang akan maju Pilkada terbitkan saja izin perkebunan hanya untuk kepentingan pribadi,” jelas Pahala.
Konflik agraria yang selama ini terjadi juga bisa diselesaikan dengan adanya Kebijakan Satu Peta ini.
“Konflik juga jadi salah satu produk ikutan dari ketidaksinkronan peta ini, maka menjadi penting urusan satu peta ini diperbaiki dengan koordinasi yang intens antar kementerian dan lembaga terkait,” kata Pahala.
Semangat kerja sama ini yang harus dijaga agar seluruh data lahan ini dapat terintegrasi dari seluruh kementerian dan juga pemerintah daerah, sehingga dapat mewujudkan tujuan yang sama untuk menyelesaikan permasalahan lahan di masyarakat.